Roti Buaya Sebagai Simbol Pernikahan Adat Betawi
Setiap acara pernikahan yang mengusung
adat Betawi, pasti tak pernah meninggalkan roti buaya. Biasanya roti yang
memiliki panjang sekitar 50 sentimeter ini dibawa oleh mempelai pengantin
laki-laki pada acara serah-serahan. Selain roti buaya, mempelai pengantin
laki-laki juga memberikan uang mahar, perhiasan, kain, baju kebaya, selop, alat
kecantikan, serta beberapa peralatan rumah tangga. Dari sejumlah barang yang
diserahkan tersebut, roti buaya menempati posisi terpenting. Bahkan, bisa
dibilang hukumnya wajib. Sebab, roti ini memiliki makna tersendiri bagi warga
Betawi, yakni sebagai ungkapan kesetiaan pasangan yang menikah untuk
sehidup-semati.
Selain itu masyarakat Betawi telah turun
temurun menggunakan roti buaya sebagai simbolisasi disetiap pernikahan adat
Betawi. Kenapa bentuknya buaya? tapi kita sering mendengar bahwa ada
istilah Buaya Darat alias mata keranjang? Persepsi ini yang perlu
dijelaskan. Buaya adalah hewan yang panjang umur dan paling setia kepada
pasangannya, buaya itu hanya kawin sekali seumur hidup, sehingga orang Betawi
menjadikannya sebagai Lambang Kesetiaan dalam rumah tangga. Selain itu
buaya termasuk hewan perkasa & hidup di dua alam, ini juga bisa dijadikan
lambang dari harapan agar rumah tangga menjadi tangguh & mampu bertahan
hidup di mana aja. Roti Buaya ini dibuat sepasang, yang betina ditandai dengan
roti buaya kecil yg diletakan di atas punggungnya atau di samping. Maknanya
adalah kesetiaan berumah tangga sampai beranak cucu. Peningset ini harus dijaga
sepanjang jalan, supaya tetap mulus hingga sampai ke tangan penganten
perempuan. Selain itu, roti memiliki makna sebagai lambang kemapanan, karna ada
anggapan bahwa roti merupakan makanan orang golongan atas. Pada saat selesai
akad nikah, biasanya roti buaya ini diberikan pada saudara yang belum nikah,
hal ini juga memiliki harapan agar mereka yang belum menikah bisa ketularan dan
segera mendapatkan jodoh.
1.
Asal mulanya roti buaya menjadi simbol pernikahan
adat Betawi
Asal mula adanya roti buaya ini, konon
terinspirasi perilaku buaya yang hanya kawin sekali sepanjang hidupnya. Dan
masyarakat Betawi meyakini hal itu secara turun temurun. Selain terinspirasi
perilaku buaya, simbol kesetiaan yang diwujudkan dalam sebuah makanan berbentuk
roti itu juga memiliki makna khusus. Menurut keyakinan masyarakat Betawi, roti
juga menjadi simbol kemampanan ekonomi. Dengan maksud, selain bisa saling
setia, pasangan yang menikah juga memiliki masa depan yang lebih baik dan bisa
hidup mapan. Karenanya, tak heran jika setiap kali prosesi pernikahan,
mempelai laki-laki selalu membawa sepasang roti buaya berukuran besar, dan satu
roti buaya berukuran kecil yang diletakkan di atas roti buaya yang disimbolkan
sebagai buaya perempuan. Ini mencerminkan kesetian mempelai laki-laki kepada
mempelai perempuan sampai beranak-cucu. Tradisi ini masih berlangsung sampai
sekarang.
Menurut Haji Ilyas, salah satu tokoh
Betawi di Tanahtinggi, Jakarta Pusat, meski saat ini banyak warga Betawi yang
merayakan pernikahan secara modern, tapi mereka masih memakai roti buaya
sebagai simbol kesetiaan. Karena roti buaya sudah membudaya bagi warga Betawi.
“Adat kite ntu kagak ilang. Masih banyak nyang pake. Kite
ambil contoh di kawasan Condet, Palmerah sampe ke Bekasi, malahan sampe
Tangerang,” lanjut pria yang sering disapa Haji ini. Sayangnya, saat ini roti
buaya tidak mudah dijumpai di toko-toko roti. Untuk itu, bagi pasangan yang
akan menikah harus pesan dulu ke tukang roti. Dan harganya juga bervariasi
tergantung ukuran yang dipesan, yakni mulai dari 50 ribu hingga ratusan ribu
rupiah. Itu sudah termasuk rasa roti, keranjang, dan asesoris pelengkapnya.
“Roti buaya adalah kue perayaan, jadi nggak setiap hari ada. Kalau mau beli
harus pesan dulu,” kata Ari, salah satu pedagang kue di Pasar Senen.
Sejatinya, bagi warga yang sudah terbisa
membuat roti, tidak terlalu sulit membuat roti buaya ini. Sebab, bahan dasarnya
sangat sederhana, yakni terigu, gula pasir, margarine, garam, ragi, susu bubuk,
telur dan bahan pewarna. Keseluruhan bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga
rata dan halus, kemudian dibentuk menyerupai buaya. Setelah bentuk kemudian
dioven/panggang hingga matang.
2.
Sekilas Tentang Sejarah Buaya
Kata buaya berasal dari bahasa Yunani
yang umum digunakan untuk mengacu kepada kadal. Souchian adalah istilah ilmiah
untuk buaya yang berasal dari kata Archosuchian, di mana awalan Arho
berarti Tua/Kuno dan Souchian sebagai bentuk distorsi bahasa
Yunani Untuk “Sobek” yaitu sosok Dewa buaya Mesir. Sobek di sembah
sebagai manifestasi dewa matahari atau Ra; dan kota yang merupakan sentra
penyembahan dewa tersebat adalah Crocodilopolis. Buaya memiliki makna
yang berbeda-beda dari setiap tempat dan menurut lambang buaya juga memiliku
arti tersendiri yaitu:
1. Pada
zaman Mesir Kuno buaya sering diasosiasikan dengan kebijaksanaan
2. Di
Eropa buaya diasosiasikan dengan kekayaan.
3. Di
China buaya ditulis dalam suatu karakter(tulisan kanji kuno) pada satu
milenium sebelum Kristus lahir. Saat itu dianggap sebagai suatu massa penuh
dosa dan kejahatan. Buaya juga dipercayai sebagai sebuah simbol
ketidakberuntungan
4. Di
Afrika, buaya disembah karena dianggap sebagai sebagai penerima spirit dari
leluhurnya
5. Di
Asia Tenggara buaya dianggap sebagai reinkarnasi. Ada sebuah versi
dongeng mengisahkan Seorang Putri dari Kupang (Timur Barat)
mempersembahkan seorang pelayan perempuan yang cantik sebagai istri untuk
nenek moyang mereka.
6. Di
Kalimantan, buaya dianggap sebagai saudara yang memiliki hubungan darah
yang erat dan dapat mengusir setan.
7. Orang
Aborigin tempo dulu membuat ukir-ukiran dibatu dengan pesan bahwa buaya akan
kembali dalam 30 ribu tahun, termasuk ukiran yang menunjukkan seekor buaya yang
melahirkan manusia.
8. Di
Peninsula, hanya beberapa orang yang diijinkan makan telur buaya dan
ini adalah bentuk kuno konservasi.
9. Di
daratan Papua, buaya muncul pada ukir-ukiran Suku Asmat dan Kamoro di
daerah pantai selatan Papua.
10. Di Teluk
Etna Papua, pernah terlihat kerangka buaya yang diletakkan di atas batu
beberapa meter di atas air dan diberikan sesajen berupa kacang betel
dan makanan dalam piring porselin.
0 komentar:
Posting Komentar